Dikira Gempa, Peledakan di Tambang Emas Tumpang Pitu Bikin Panik Wisatawan Pulau Merah Banyuwangi

Dikira Gempa, Peledakan di Tambang Emas Tumpang Pitu Bikin Panik Wisatawan Pulau Merah Banyuwangi

Tempo.CO, Banyuwangi – Aktivitas blasting atau peledakan di lokasi tambang emas Tumpang Pitu, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, dikabarkan menimbulkan getaran hingga lokasi wisata Pulau Merah, Rabu siang, 15 Mei 2024. Peristiwa itu menimbulkan kepanikan puluhan wisatawan yang sedang berada di lokasi wisata di kabupaten di ujung timur Pulau Jawa itu. 

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo dari warga yang beraktivitas di Pulau Merah, aktivitas peledakan di areal tambang emas itu terjadi pada Rabu siang. Warga setempat menganggap peledakan yang dilakukan PT BSI sudah di luar kewajaran. 

“Peledakan yang dilakukan PT BSI sudah di luar kewajaran karena mengganggu kehidupan laut serta nelayan dan juga kegiatan wisata Pulau Merah,” ujar Lasmo, warga Desa Sumberagung, kepada Tempo, Rabu siang ini, 15 Mei 2024.

Ia mengatakan bau obat yang diduga berasal dari lokasi peledakan dan terbawa angin hingga Pulau Merah terasa sangat menyengat. “Wisatawan berhamburan dikira gempa bumi dan pada lari semua,”ujar Lasmo menambahkan.

Saat itu ada puluhan wisatawan yang berada di lokasi Pantai Pulau Merah. “Ada yang bermain selancar dan juga sedang bermain pasir,” katanya. 

Aktivitas peledakan di areal tambang emas Rabu siang ini dinilai sangat mengganggu. Suara yang ditimbulkan cukup keras, dibarengi dengan getaran yang terasa hingga Pulau Merah. “Selain itu terlihat kepulan asap kecokelatan dari kejauhan yang berasal dari lokasi peledakan tambang emas. Ditambah bau menyengat yang datang kemudian,” ujar Lasmo. 

Ia menambahkan, aktivitas peledakan di areal tambang emas ini sering terjadi. “Hampir setiap hari,” katanya. 

Tempo masih berupaya meminta konfirmasi kepada PT BSI dan Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Banyuwangi ihwal aktivitas peledakan yang dianggap meresahkan warga desa setempat, terutama di lokasi wisata Pulau Merah itu. 

Hingga laporan ini selesai ditulis, pihak Humas PT BSI belum membalas pesan singkat WhatsApp dari Tempo. Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Banyuwangi Dwi Handayani juga belum menjawab pesan yang dikirim Tempo. 

Tambang emas Tujuh Bukit dikelola oleh PT BSI. Jurnalis Tempo berkesempatan menyambangi tambang emas itu pada pekan kedua September 2023 lalu. Tambang Emas Tujuh Bukit berdiri di atas lahan seluas 4.998 hektare di area hutan produksi. Namun, hanya 992 hektare yang digunakan BSI untuk operasi tambang.

Rabu, 15 Mei 2024 17:51 WIB

Reporter David Priyasidarta (Kontributor)
Editor Erwin Prima

Sumber: https://tekno.tempo.co/read/1868143/dikira-gempa-peledakan-di-tambang-emas-tumpang-pitu-bikin-panik-wisatawan-pulau-merah-banyuwangi

Aktivitas Peledakan di Area Tambang Emas PT Bumi Suksesindo (BSI) Mengganggu Kenyamanan Pengunjung Pulau Merah, Ini Keluhan Pengelola Wisata

RUBICNEWS.COM – Aktivitas pertambangan PT Bumi Suksesindo (BSI) di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, kembali mengusik warga.

Selain membuat kawasan wisata terganggu, nelayan yang melaut di sekitar perairan Pulau Merah juga merasakan dampaknya.

“Aktivitas peledakan di area tambang emas PT BSI membawa dampak bagi masyarakat, pengunjung dan nelayan di kawasan Pulau Merah,” ujarnya pada Rabu (15/5/2024).

Ia pun mengatakan aktivitas peledakan itu dilakukan setiap pukul 12:00 WIB ke atas. Saat peledakan dilakukan juga menyita perhatian ratusan wisatawan yang ada di Pulau Merah.

“Warga mengira suara ledakan dan juga getaran yang dirasakan itu akibat bencana alam sehingga warga pun sempat berlarian ke tempat yang aman,” terangnya pada rubicnews.com.

Tak hanya itu, aktivitas nelayan saat melaut pun juga ikut terganggu. Bahkan batu dari atas bukit longsor ke perairan laut.

“Nelayan juga mengeluh akibat batu dari bukit jatuh ke laut dan mengganggu aktivitas melaut nelayan di area Pulau Merah,” paparnya.

Aktivitas peledakan yang dilakukan PT BSI ini pun akhir-akhir ini dirasa sangat mengganggu dan berdampak pada pengunjung wisata maupun nelayan.

“Bahkan debu akibat aktivitas peledakan di area tambang emas itu juga terlihat menebal dari kejauhan,” katanya.

Pihaknya pun tak dapat berbuat banyak terkait hal itu. Sebab, aktivitas peledakan tersebut sudah menjadi kebijakan perusahaan tambang emas PT Bumi Suksesindo.

“Kami sebagai pengelola wisata Pulau Merah dan juga masyarakat hanya bisa pasrah saja,” keluhnya.

Pihaknya pun meminta kepada PT BSI agar tidak melakukan aktivitas peledakan di dekat area wisata maupun tepi laut wilayah Pulau Merah,

“Kami minta jangan melakukan peledakan di dekat Pulau Merah, sebaiknya dilakukan pilih area agak ke tengah saja agar tidak menganggu,” pungkasnya. 

Jika aktivitas seperti ini dibiarkan juga akan mengganggu kenyamanan para wisatawan saat berkunjung ke Pulau Marah yang menjadi destinasi wisata andalan Kabupaten Banyuwangi. ***

Krida Herbayu
Rabu, 15 Mei 2024 | 14:46 WIB

sumber: https://www.rubicnews.com/berita/45312670963/aktivitas-peledakan-di-area-tambang-emas-pt-bumi-suksesindo-bsi-menganggu-kenyamanan-pengunjung-pulau-merah-ini-keluhan-pengelola-wisata

Mahkamah Agung Bebaskan Dua Petani Desa Pakel Banyuwangi, Permohonan Kasasi Dikabulkan

TEMPO.CO, Lumajang – Mahkamah Agung dikabarkan telah mengabulkan permohonan kasasi dua dari tiga petani warga Desa Pakel Banyuwangi yang diduga dikriminalisasi dengan tuduhan penyebaran berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di kalangan masyarakat. Dua warga Pakel yang diputus bebas itu Kepala Dusun Durenan Suwarno dan Kepala Dusun Taman Glugo Untung. Sedangkan permohonan kasasi Kepala Desa Pakel Mulyadi belum diputus.

Berdasarkan informasi yang diperoleh TEMPO, permohonan kasasi ini diputus pada Selasa, 23 April 2024. Tempo memperoleh kabar ihwal dikabulkannya permohonan kasasi dua warga Pakel dari Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam (TeKAD GARUDA) yang mendampingi petani Desa Pakel dalam kasus ini.

Jauhar Kurniawan, perwakilan dari Tim TeKAD GARUDA mengatakan kabar dikabulkannya permohonan kasasi tersebut cukup menggembirakan sekaligus kurang mengenakkan. “Baru dua permohonan dari tiga permohonan yang kami ajukan. Dua diputus bebas atau lepas (dari jeratan hukum) . Satu permohonan masih belum turun putusannya,” ujar Jauhar dihubungi TEMPO, Kamis, 25 April 2024.

Namun, kata Jauhar, tim belum memperoleh pemberitahuan resmi dari Mahkamah Agung tentang putusan kasasi tersebut. “Kami belum mendapat pemberitahuan resmi. Pertimbangan apa yang kemudian membuat permohonan kami dikabulkan, kami belum bisa memberikan penjelasan,” kata Jauhar.

Namun, ia menduga salah satu pertimbangan dikabulkannya permohonan kasasi itu ada kaitannya dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Pada 21 Maret lalu, Mahkamah Konstitusi memutuskan  mencabut secara keseluruhan Pasal 14 dan 15 tentang Penyebaran Berita Bohong dan Keonaran dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1946.

Tim akan menunggu pemberitahuan resmi untuk kemudian dijadikan dasar mengeluarkan dua warga yang permohonan kasasinya dikabulkan. “Keluarga sudah mengetahui kabar ini,” kata Jauhar.

Kendati demikian, Jauhar meminta kepada warga Pakel untuk tidak merespons putusan ini secara berlebihan karena saat warga juga masih harus menghadapi konflik agraria dengan PT Bumisari. “Selain itu, masih ada satu warga yang permohonan kasasinya masih diproses,” ujarnya.

Ia mengatakan perbedaan majelis hakim MA yang kemungkinan membuat satu permohonan kasasi lainnya masih berjalan.

Sebelumnya, majelis Hakim PN Banyuwangi menjatuhkan hukuman 5 tahun 6 bulan penjara kepada tiga warga Pakel, yakni Mulyadi, Suwarno dan Untung. Atas vonis tersebut, trio Pakel ini kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Namun, putusan banding di Pengadilan Tinggi ternyata menguatkan vonis yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, yakni 5 tahun 6 bulan penjara. Tim lantas mengajukan kasasi ke MA.

Kriminalisasi ini bermula ketika tiga petani Desa Pakel itu ditangkap polisi pada 3 Februari 2023. Mereka dibawa ke Polda Jawa Timur atas tuduhan penyiaran berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di kalangan masyarakat.

Pada Maret 2023, tim kuasa hukum mengajukan praperadilan. Namun upaya itu ditolak hakim.

Perkara ini berlanjut hingga ke PN Banyuwangi. Ketiganya akhirnya divonis bersalah. Untuk melawan ketidakadilan tersebut, pada 13 November 2023, TeKAD GARUDA melakukan upaya banding ke PT Surabaya. 

Selain mendesak PT Surabaya membebaskan trio petani Pakel, TeKAD GARUDA meminta Kementerian ATR/BPN mencabut segera HGU PT Bumi Sari dan memulihkan seluruh hak-hak ekonomi, sosial, budaya warga Desa Pakel yang terampas.

TeKAD GARUDA juga mendesak aparat penegak hukum untuk menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap para petani dan elemen masyarakat lainnya yang sedang memperjuangkan hak-hak ruang hidupnya.

Mulyadi, Suwarno, dan Untung merupakan bagian dari 2.760 warga Desa Pakel yang turut berjuang dalam organisasi Rukun Tani Sumberejo Pakel. Mereka sebagian besar adalah kaum tuna kisma, yakni kelompok yang tidak memiliki lahan pertanian sama sekali (buruh tani). Dari total luas 1.309,7 hektare Desa Pakel, warga Pakel hanya mengelola lahan seluas 321,6 hektare, sisanya dikuasai oleh PT Bumi Sari dan Perhutani.

Kamis, 25 April 2024 12:50 WIB

Reporter: David Priyasidarta (Kontributor)
Editor:Clara Maria Tjandra Dewi H.

sumber: https://metro.tempo.co/read/1860588/mahkamah-agung-bebaskan-dua-petani-desa-pakel-banyuwangi-permohonan-kasasi-dikabulkan

TeKAD GARUDA Somasi MA Minta Tiga Petani Pakel Dibebaskan

TeKAD GARUDA Somasi MA Minta Tiga Petani Pakel Dibebaskan

Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam (TeKAD GARUDA) melayangkan surat somasi terbuka kepada Ketua Mahkamah Agung RI, sebagai desakan untuk membebaskan tiga petani Desa Pakel, Banyuwangi, yang masih ditahan di bawah kuasa Mahkamah Agung RI.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jatim Wahyu Eka Styawan mengatakan, pihaknya melayangkan somasi tersebut karena dasar hukum untuk menahan Mulyadi, Suwarno, dan Untung yang tersandung kasus tersebut sudah tidak berlaku lagi.

“Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023, Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 yang menjerat mereka sudah tidak berlaku lagi dan tidak mengikat secara hukum. Mereka adalah korban dari kriminalisasi hukum di negeri ini,” ujarnya saat konferensi pers di kantor DPW Muhammadiyah Jatim, Senin 8 April 2024.

Wahyu juga menjelaskan, ketiga petani Pakel tersebut dikriminalisasi karena memperjuangkan hak atas tanah yang mereka sebenarnya miliki, namun malah dijadikan sebagai objek atas hak guna usaha (HGU).

“Konflik agraria di Desa Pakel terjadi karena ketimpangan. Mereka sebagian besar adalah buruh tani dan tidak mendapat lahan yang sesuai. Hampir 3/4 wilayah Pakel masuk dalam HGU, yang kemudian diberikan tanpa melihat bahwa sebelumnya wilayah itu masih berkonflik,” jelasnya.

Sementara itu, salah satu Kuasa Hukum ketiga petani Pakel Habibus Shalihin mengatakan, timnya yang tergabung dalam TeKAD GARUDA, sudah mencoba untuk mengkomunikasikan hal tersebut dengan MA, melalui surat, pasca putusan MK tersebut keluar. Namun MA tidak memberikan jawaban balik atas upaya hukum yang dilakukan pihaknya tersebut.

“Bahwa dalam proses ini pasca putusan MK, kami tidak diam dan melakukan upaya ke MA serta mengirimkan putusan MK terkait dicabutnya pasal itu. Upaya hukum yang kami lakukan, sampai hari ini belum direspon dan tidak ada balasan atas surat kami,” ucapnya.

Dengan MA yang terkesan diam dan tidak mengindahkan upaya hukum TeKAD GARUDA, maka per hari ini, mereka melayangkan surat somasi terbuka sebagai bentuk upaya hukum lainnya yang telah ditempuh.

“Kami menilai dengan adanya putusan MK tersebut, maka MA harusnya melihat ada berapa orang yang sedang dijerat dan dikenakan pasal itu. Harusnya itu ditinjau karena putusan MK berlaku langsung pasca pembacaan putusannya,” urainya.

Dengan ditetapkannya dasar hukum yang menjerat para petani Pakel adalah inkonstitusional, menurut Habibus, maka MA harus memutuskan mereka dengan putusan batal demi hukum atau bebas secara hukum.

“Ini bukan tidak ada dasar hukumnya. Kami mempertanyakan bahwa mereka ditahan tanpa dasar hukum. Dengan dasar hukumnya dibatalkan maka tidak ada alasan (untuk tidak membebaskan). Karena dasar hukumnya batal, maka kami anggap MA melakukan penyekapan,” tegasnya.

Habibus menjelaskan, jika MA tidak merespon somasi yang dilayangkan pihaknya, maka pihaknya bertekad untuk melakukan upaya hukum lainnya, yakni melaporkan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia kepada pihak kepolisian.

“Karena mereka menahan tanpa dasar hukum. Melalui forum ini, kami menginginkan Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan perkara ulang dan memutuskan mereka bebas demi hukum,” pungkasnya.

Jawa Timur Senin, 08 April 2024 20:13 WIB

sumber: https://www.ngopibareng.id/read/tekad-garuda-somasi-ma-minta-tiga-petani-pakel-dibebaskan

Komnas HAM Ungkap Warga Desa Pakel Kecewa dengan Pemda Banyuwangi, Polres, dan PT Bumisari

TEMPO.CO, Lumajang – Komisoner Komnas HAM Anis Hidayah turun untuk meninjau lokasi dan situasi konflik lahan di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Minggu, 7 April 2024. Dalam kunjungan itu, Anis Hidayah sempat melakukan dialog dengan warga rukun tani setempat yang empat tahun belakangan ini tengah berkonflik dengan PT Perkebunan dan Dagang Bumisari Maju Sukses.

Informasi yang dihimpun TEMPO, tak hanya sekadar mendengar jerit kesusahan warga, Anis Hidayah bahkan turun ke lahan yang menjadi objek konflik dan sengketa antara warga dan PT Bumisari . “Mereka mengalami intimidasi. Dan kami melakukan pengecekan,” kata Anis Hidayah saat dihubungi TEMPO, Ahad sore, 7 April 2024.

Kunjungannya ke Desa Pakel ini juga sekaligus memantau tindak lanjut rekomendasi HAM yang sudah dikeluarkan Komnas HAM. “Jadi, kami mengecek situasi pasca-peristiwa sepanjang Maret kemarin,” ujar Anis Hidayah.

Ketika bertemu warga, Anis banyak mendengar kekecewaan warga. “Warga kecewa kepada pemerintah, PT Bumisari dan Polres,” kata Anis.

Menurut Anis, dari peristiwa konflik yang terjadi selama ini, warga telah banyak mengalami kerugian. “Yang banyak mengalami kerugian dalam konflik ini adalah warga. Tanaman ditebang, sebagian warga mengalami pemukulan, intimidasi. Tetapi justru yang diproses itu adalah laporan PT Bumisari ke warga. Warga sudah menerima panggilan (polisi),” ujar Anis.

Anis menambahkan bahwa Komnas sudah mengeluarkan rekomendasi yang mestinya ditindaklanjuti semua pihak terkait. “Rekomendasi Komnas HAM adalah menghentikan intimidasi dan kekerasan. Kami minta untuk mengedepankan dialog antara PT Bumisari dengan masyarakat. Jangan melakukan intimidasi seperti yang kemarin,” ujarnya.

Komunikasi dengan kepolisian baik Polda maupun Polri terkait pemantauan hasil rekomendasi ini merupakan bagian dari upaya untuk memastikan pihak-pihak terkait mamatuhi dan menjalankan rekomendasi Komnas HAM. “Seperti yang saya lakukan hari ini, kami melakukan pemantauan rekomendasi, lalu melakukan komunikasi dengan para pihak, Kapolri, Kapolda, untuk memastikan rekomendasi dijalankan,” katanya.

Anis tidak memungkiri bahwa terdapat tantangan tersendiri untuk memastikan rekomendasi Komnas HAM bisa dijalankan oleh para pihak. “Terutama yang ingin kami dorong dalam kasus ini, bagaimana pemerintah itu mengedepankan penyelesaian konflik antara warga dengan PT Bumisari,” ujarnya.

Dia mengatakan sudah ada tim terpadu di Pemerintah Daerah Banyuwangi terkait penyelesaian konflik Desa Pakel ini. “Artinya, tim terpadu ini mestinya berada di tengah untuk memastikan kedua belah pihak itu atau terutama warga masyarakat dilindungi,” katanya.

Prioritas untuk melindungi hak atas lahan merupakan hak setiap orang yang harus dilindungi. “Dan warga yang selama ini sudah tinggal lama, turun temurun itu kan mestinya dipastikan, agar mereka bisa menikmati haknya, apalagi itu adalah bagian dari sumber penghidupan mereka,” ujar Anis.

Informasi yang diperoleh TEMPO, ada empat poin rekomendasi Komnas HAM yang perlu dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Empat rekomendasi itu antara lain, pertama Pemkab Banyuwangi memaksimalkan mekanisme khusus melalui tim terpadu penyelesaian konflik sosial di tingkat kabupaten untuk penyelesaian konflik lahan dan sumber daya alam. Dua, memastikan penyelesaian konflik lahan sebelum terbitnya izin pemanfaatan oleh pihak ketiga.

Ketiga, melakukan prosedur konsultasi yang bermakna lebih dahulu dengan masyarakat dengan metode yang dipahami oleh masyarakat sebelum melakukan penerbitan perpanjangan atau evaluasi atas ijin-ijin usaha korporasi. Keempat,  memastikan kewajiban korporasi untuk memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat paling sedikit 20 persen dari luasan lahan yang dimohon dan memastikan agar korporasi melakukan program tanggung jawab sosial korporasi untuk memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar konsesi HGU.

Plt Kepala Bakesbangpol Kabupaten Banyuwangi, R Agus Mulyono dalam sebuah permintaan konfirmasi TEMPO terkait konflik Desa Pakel sempat memberikan penjelasannya. “Tim terpadu penanganan konflik telah melakukan beberapa kali, memfasilitasi upaya penyelesaian permasalahan dengan beberapa kali pertemuan baik di Pemda maupun di Polresta serta sosialisasi terkait status tanah,” kata Agus.

Maret lalu, kata Agus, pihaknya telah mengundang PT Bumisari dan Kelompok Rukun Tani Desa Pakel. “Sebanyak dua kali tetapi pihak rukun tani tidak hadir,” kata Agus melalui pesan singkat WhatsApp kepada TEMPO.

Senin, 8 April 2024 09:20 WIB

Reporter: David Priyasidarta (Kontributor)
Editor: Linda novi trianita

sumber: https://metro.tempo.co/read/1854593/komnas-ham-ungkap-warga-desa-pakel-kecewa-dengan-pemda-banyuwangi-polres-dan-pt-bumisari

Pasal 14 dan 15 Inkonstitusional, Mahkamah Agung Harus Membebaskan Tiga Pejuang Pakel

Pers Rilis TeKAD GARUDA

Surabaya, 01 April 2024

Tiga pejuang Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, yaitu Mulyadi (Kepala Desa Pakel), Suwarno (Kepala Dusun Durenan), dan Untung (Kepala Dusun Taman Glugo) tengah dikriminalisasi karena memperjuangkan hak atas tanah warga Desa Pakel. Proses kriminalisasi tiga pejuang Pakel ini telah mengalami kejanggalan sejak awal. Mereka mendapatkan surat panggilan yang cacat prosedur, seperti surat dikirim melalui kurir sehari sebelum pemeriksaan. Sampai pada akhirnya, pada tanggal 03 Februari 2023, mereka ditangkap paksa seperti penculikan.

Perlu diketahui, bahwa tiga pejuang tersebut dilaporkan dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana, yakni penyebaran berita bohong yang dapat menerbitkan keonaran di masyarakat. Ancamannya pun sangat berat, yakni 10 tahun penjara sesuai dengan Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Tuduhan yang disangkakan kepada tiga petani Pakel terkait penyebaran berita bohong tersebut—dalam catatan kami di persidangan tidak pernah terbukti fakta hukum perbuatannya. Bahkan, bentuk keonaran yang dimaksudkan juga tidak pernah dibuktikan secara terang benderang.

Meskipun demikian, pada 26 Oktober 2023, tiga petani Pakel tersebut divonis bersalah dengan dijatuhi pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan. Menanggapi putusan Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi yang memberatkan jalannya keadilan bagi warga Pakel, upaya perlawanan kembali dilanjutkan dengan mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur. Namun, putusan PT Jawa Timur pada 14 Desember 2023 ternyata tidak memberikan keadilan bagi tiga pejuang Pakel karena putusan tersebut justru menguatkan putusan PN Banyuwangi.

Perjuangan tidak berhenti di situ. Tiga pejuang Pakel tersebut kembali menempuh upaya hukum kasasi pada tingkat Mahkamah Agung (MA). Sayangnya, sejak mengajukan berkas kasasi pada 03 Januari 2024 sampai saat ini, perkara tersebut belum terdaftar di MA. Lalu, ditengah upaya kasasi yang sedang ditempuh tersebut, Pasal 14 dan 15 dinyatakan inkonstitusional melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023 tertanggal 21 Maret 2024.

Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Inkonstitusional

Perjuangan tiga petani Pakel memasuki babak baru ketika pada tanggal 21 Maret 2024 Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023 yang menyatakan bahwa Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik Indonesia II Nomor 9) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dalam putusannya, MK menyebutkan bahwa norma pada Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 tersebut mengandung unsur-unsur esensial antara lain, (1) “berita atau pemberitahuan bohong,” (2) “Onar atau keonaran,” dan (3) “kabar yang tidak pasti, atau kabar yang berkelebihan.” Dalam konteks “berita atau pemberitahuan bohong” dan “kabar yang tidak pasti, atau kabar yang berkelebihan”, MK menilai bahwa adanya sifat “ambiguitas” dikarenakan sulitnya menentukan ukuran atau parameter akan “kebenaran” sesuatu hal yang disampaikan oleh masyarakat. Perbedaan ukuran atau parameter dalam menentukan sesuatu hal sangat bergantung pada subjek hukum yang mempunyai latar belakang berbeda-beda. Ambiguitas parameter dalam mengeluarkan pendapat atau pikiran yang hanya memperbolehkan sesuatu yang dianggap benar saja (tidak bohong) dan tidak berkelebihan tersebut justru dapat menimbulkan pembatasan hak setiap orang untuk berkreativitas dalam berpikir untuk menemukan kebenaran itu sendiri. Karena itu, demi menjaga kebebasan berpendapat sebagai bentuk partisipasi publik dalam kehidupan berdemokrasi, negara tidak boleh mengurangi kebebasan berpendapat dengan ketentuan atau syarat yang bersifat absolut bahwa yang disampaikan tersebut adalah sesuatu yang benar atau tidak bohong.

Selanjutnya, dalam konteks unsur “onar atau keonaran”, MK menilai adanya ketidakjelasan terkait ukuran atau parameter yang menjadi batas bahaya karena onar atau keonaran sendiri memiliki beberapa arti di mana kata keonaran adalah bersifat tidak tunggal. Maka dari itu, penggunaan kata keonaran dalam Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 berpotensi multitafsir karena antara kegemparan, kerusuhan, dan keributan memiliki gradasi yang berbeda-beda, demikian pula akibat yang ditimbulkan. Selain itu, makna keonaran yang tidak jelas dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 menyebabkan seseorang atau masyarakat yang dianggap menyebarkan berita bohong tidak lagi diperiksa berdasarkan fakta, bukti, dan argumentasi yang ada sehingga mengurangi kebebasan masyarakat dalam mengawasi dan mengkritisi kebijakan pemerintah sebagai hak yang dijamin UUD 1945.

MK juga menilai bahwa unsur “onar atau keonaran” sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman dan teknologi informasi yang saat ini berkembang dengan pesat, di mana masyarakat sudah memiliki akses yang luas dan mudah terhadap informasi melalui berbagai media, khususnya media sosial. Oleh karenanya, ketika ada seseorang yang menyiarkan berita atau pemberitahuan kepada masyarakat melalui media apapun dan menimbulkan diskursus (ruang pendiskusian) di ranah publik, maka tidaklah serta merta merupakan bentuk keonaran di masyarakat yang dapat diancam dengan hukuman pidana.

Adapun terhadap unsur “kabar yang tidak pasti” atau “kabar yang berkelebihan” atau “yang tidak lengkap” sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 dan Penjelasannya, Mahkamah berpendapat bahwa unsur tersebut juga sulit ditentukan batasan atau parameternya. Mahkamah juga menganggap unsur “kabar yang tidak pasti” atau “kabar yang berkelebihan” tumpang tindih dengan unsur “pemberitahuan bohong” sehingga menjadi ambigu dan juga Penjelasan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tidak menguraikan secara jelas gradasi atau tingkat keakuratan yang dimaksud sehingga bertentangan dengan asas norma hukum pidana yang harus dibuat secara tertulis (lex scripta), jelas (lex certa), dan tegas tanpa analogi (lex scripta).

Dengan demikian, maka rumusan norma pada Pasal 14 dan Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 yang luas dan tidak jelas, sehingga dapat diartikan secara tidak terbatas dan beragam, tentu sangat bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena tidak memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum bagi setiap warga negara.

Tiga Pejuang Pakel Harus Bebas

Perlu untuk disampaikan, bahwa kasus tiga pejuang Pakel yang dijerat menggunakan Pasal 14 dan Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946, unsur-unsur esensial yang terkandung tidak pernah terbukti secara jelas dalam fakta persidangan sehingga berakibat pada hilangnya kemerdekaan tiga pejuang Pakel. Tuduhan bahwa mereka telah menyiarkan “berita atau pemberitahuan bohong” dan “kabar yang tidak pasti, atau kabar yang berkelebihan” seharusnya dilihat sebagai kebebasan berpendapat dan tidak diancam dengan hukum pidana. Hal ini karena dalam fakta persidangan tuduhan menyiarkan berita bohong tidak bisa dibuktikan. Selain itu, keonaran akibat berita bohong yang dituduhkan juga tidak bisa dibuktikan secara jelas karena parameter dari keonaran itu sendiri tidak jelas atau multitafsir.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023 membawa konsekuensi berupa adanya perubahan atas pasal yang didakwakan kepada Trio Pakel yang dinyatakan inkonstitusional. Ketentuan Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek van Strafrecht (WvS) mengatur bahwa “Bilamana ada perubahan dalam perundang-undang sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya”. Ketentuan ini dipertegas oleh Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan “Dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum”.

Maka dari itu, dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023 dan demi mewujudkan terpenuhinya hak atas kepastian hukum yang adil bagi Tiga Pejuang Pakel sesuai dengan Pasal 28D UUD 1945, kami mendesak Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk segera menghentikan demi hukum perkara Trio Pakel yang dikenakan Pasal 14 dan Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 karena pasal yang didakwakan sudah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selain itu, persoalan yang dihadapi oleh tiga pejuang Pakel merupakan salah satu bentuk konflik agraria yang tak kunjung diselesaikan oleh pemerintah. Oleh karena itu, apabila mereka tidak segera diputus bebas, maka hal ini dapat membuka ruang kriminalisasi berkelanjutan serta menambah catatan hitam atas penegakan hukum di tanah air karena tidak ramah dan tidak memberikan keadilan bagi rakyat kecil, khususnya mereka korban konflik agraria.

~~ Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam (TeKAD GARUDA)

Narahubung:

Hosnan SH (TeKAD GARUDA/LBH BR Jatim) +6281938400001

Jauhar Kurniawan (TeKAD GARUDA/LBH Surabaya) +6283856242782

PT BMS Nodai Ketentraman Ibadah Puasa Ramadhan Warga Pakel

Momen Ramadhan idealnya menjadi bulan penuh ketenangan untuk menunaikan ibadah puasa bagi seluruh umat muslim di manapun mereka tinggal. Namun, kondisi ini tidak berlaku terhadap warga Pakel, Kec. Licin, Banyuwangi. Penyerangan beruntun terhadap mereka terjadi dalam dua pekan sejak awal bulan Maret hingga memasuki bulan Ramadhan. Warga Pakel mengalami berbagai intimidasi oleh sekuriti PT Bumisari Maju Sukses (BMS) , perusahaan yang berusaha merampok lahan warga Pakel melalui skema HGU.

Pada masa-masa mencekam penyerangan itu, seorang petani Pakel dikeroyok sekuriti PT. BMS hingga dilarikan ke rumah sakit. Peristiwa ini terjadi pada hari Minggu 10 Maret kala ia tengah berjaga lahan pada malam hari.

Selain itu, terdapat beberapa penyerangan dan intimidasi biadab PT. BMS yang tercatat oleh kawan-kawan di tapak seperti penodongan senjata tajam, menembakkan senjata api, mengancam memenjarakan semua warga, mengancam menebang pohon warga kembali, hingga mengajak warga berkelahi di luar Desa Pakel. Penyerangan ini menjadi-jadi setelah mereka telah berhasil memenjarakan tiga petani Pakel Februari 2023 lalu.

Ramadan lalu, warga Pakel menghadapi rangkaian kriminalisasi terhadap tiga warga yang aktif berjuang merebut kembali lahannya. Ramadan ini, PT BMS makin menjadi-jadi melakukan penyerangan terhadap warga seperti merasa aman dari jerat hukum atas laku biadabnya.

Lalu bagaimana Islam memandang perlakuan PT BMS terhadap warga Pakel tersebut?

Tindakan-tindakan tersebut jelas melanggar hukum dan etika Islam sebagaimana penjelasan hadits berikut:

وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُشِيرُ أَحَدُكُمْ إِلَى أَخِيهِ بِالسِّلَاحِ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَحَدُكُمْ لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِي يَدِهِ فَيَقَعُ فِي حُفْرَةٍ مِنْ النَّارِ

Artinya: “Rasulullah saw bersabda, ‘Janganlah salah seorang kalian mengarahkan (mengacungkan) senjata ke saudaranya karena ia tidak tahu bisa jadi setan mencabut senjata itu dari tangannya sehingga ia jatuh ke lubang neraka,” (HR Bukhari dan Muslim).

Senada dengan tersebut, hadits riwayat Bukhari dari sahabat Abdullah bin Umar ra, Rasulullah saw juga menyebutkan bahwa orang yang mengancam dan mengintimidasi terhadap sesama manusia tanpa alasan yang benar tidak dianggap sebagai bagian dari (akhlak) umat Islam.

Hadis lain menyebutkan bahwa tidak termasuk bagian dr umat Nabi mereka yg menodongkan senjata pd umat Nabi lainnya.

عَنْ نَافِع عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ فَلَيْسَ مِنَّا
Artinya, “Dari Nafi’ dari sahabat Abdullah bin Umar ra, dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda, ‘Siapa yang ‘membawa’ senjata kepada kami, maka ia bukan bagian dari kami,” (HR Bukhari).

Pertanyaannya, hasrat apakah yang mendorong laku-laku biadab ini ketika setan diikat di bulan Ramadhan, tetapi PT BMS begitu getol melakukan intimidasi dan penyerangan terhadap warga Pakel?

Apakah mereka tidak mengimani sabda Nabi berikut:

فَاتَّقُوا شَهْرَ رَمَضَانَ فَإِنَّ الْحَسَنَاتِ تُضَاعَفُ فِيهِ مَا لَا تُضَاعَفُ فِيْمَا سِوَاهُ وَكَذَلِكَ السَّيِّئَاتُ.

“Maka berhati-hatilah terhadap bulan Ramadan karena pahala kebaikan akan dilipatgandakan, begitu pula dosa kejahatan yang dilakukan (Imam at-Thabrani, Al-Mu’jamus Shagir, juz 2, halaman: 16).”

Penyerangan, intimidasi dan perampasan lahan yang dilakukan oleh PT. BMS terhadap warga dan petani Pakel tentu tidak bisa dilepaskan dari watak dasar dari kapitalisme yaitu ekspansi dan eksploitasi.

Ditambah lagi di bulan Ramadhan yang mulia ini, mereka justru menodainya dengan cara-cara biadab membayar preman, menodongkan senjata, merusak tanaman dan mengancam warga dan petani, yang sama sekali tidak bisa dibenarkan atas alasan apapun.

Berikut adalah secuil pandangan Islam terhadap kekerasan yang dilakukan PT. BMS dan preman-premannya terhadap petani Pakel.

Terlihat sekumpulan Ibu-ibu karyawan PT. Bumi Sari mengumandangkan salawat untuk memberikan kesan bahwa yg arogan adalah warga Pakel. Padahal sebelum video salawat ini diambil, para preman (yg memakai masker dan senjata tajam) telah merusak tanaman petani Pakel dengan tujuan memprovokasi warga Pakel.

Dengan demikian, ada upaya politik adu domba antar warga yg dilakukan oleh PT. BMS, yakni antara warga Pakel yg gigih mempertahankan lahannya dengan para pekerja PT. BMS–yg notabene juga warga setempat yg bisa jadi adalah tetangga, sanak maupun famili mereka sendiri.

Sumber tulisan: Instagram Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) – Link https://www.instagram.com/p/C47EAkCxboq/?igsh=ZmttdHhiYzkyb3ps

Lemah Teles: Jangan Nodai Ramadan

Komunitas Lemah Teles (KLT), Banyuwangi mengecam mobilisasi sekuriti dan sekelompok orang dari PT BMS yang berujung pada aksi intimidatif yang menimpa petani Desa Pakel, Banyuwangi.

Terlebih aksi intimidatif itu beberapa kali terjadi di bulan Ramadan, bulan yang semestinya jadi ajang pengendalian diri dan memperbanyak ibadah.

Hal tersebut disampaikan Yusron Ghifari, perwakilan KLT, saat dijumpai dalam buka puasa bersama keliling (bukberling), Banyuwangi (21/3/2024).

“Ide pembuatan seruan penghentian tindak kekerasan di bulan Ramadan ini spontan saja. Berangkat dari pikiran, bagaimana ya cara bikin acara bukber yang sekaligus dapat menyikapi masalah di Desa Pakel. Maka jadilah seruan ini,” jelas Yusron.

Banyuwangi, 21 Maret 2024

Petani Desa Pakel Laporkan Dugaan Kasus Intimidasi dan Penganiayaan ke Polresta Banyuwangi

TEMPO.CO, Banyuwangi – Haryono, 36 tahun dan Bunami, 42 tahun, petani Desa Pakel Kecamatan Licin Kabupaten Banyuwangi melaporkan dugaan intimidasi dan penganiayaan oleh PT Bumi Sari ke Polres Kota Banyuwangi. Laporan kedua korban penganiayaan tersebut telah diterima oleh pihak Polresta Banyuwangi.

Aktivis LBH Surabaya Fahmi Ardiyanto mengatakan laporan ke Polresta dilakukan dua kali,  yakni pada Jumat, 15 Maret 2024 dan Ahad, 17 Maret 2024.”Pihak kepolisian menerima laporan kedua korban. Kami juga dapat surat tanda penerimaan laporan,” kata Fahmi dihubungi TEMPO, Senin sore, 18 Maret 2024.

Fahmi mendampingi kedua korban itu saat melaporkan dugaan intimidasi dan penganiayaan yang mereka alami. Kedua saksi korban telah diperiksa oleh pihak kepolisian. “Korban juga telah menjalani visum,” ujar Fahmi. 

Dalam konflik agraria ini, warga telah beberapa kali melaporkan dugaan tindak pidana yang dialami masyarakat kepada aparat penegak hukum. “Sebelumnya kami pernah melaporkan perusakan tanaman. Tetapi laporan kami ditolak,” katanya.

Ada tiga kasus yang dilaporkan dalam kisruh konflik agraria ini, yakni pengancaman atau intimidasi serta penganiayaan. Petani Desa Pakel Haryono dipukul tengkuknya hingga pingsan dan sempat dilarikan ke Puskesmas. Sementara Bunami diancam dengan celurit saat berada di lahan.

Fahmi meminta polisi bisa segera memproses laporan para korban ini. “Kami berharap laporan bisa segera diproses,” ujar Fahmi. 

Berdasarkan informasi yang diperoleh korban surat tanda penerimaan laporan ini langsung ditandatangani oleh masing-masing korban serta petugas kepolisian yang menerima dan memeriksa dan meminta keterangan kedua saksi korban. Hingga berita ini ditulis, pihak Polresta Banyuwangi belum bisa dikonfirmasi. 

Dugaan penganiayaan petani Desa Pakel ini berawal dari perusakan pondok dan tanaman para petani, yang diduga dilakukan oleh PT Bumisari. Diduga komplotan orang diduga preman dan sekuriti PT Perkebunan dan Dagang Bumi Sari Maju Sukses melakukan intimidasi terhadap anggota Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP), Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi. Komplotan orang yang berjumlah kurang lebih 300 orang itu diduga merusak tanaman milik para petani.

Kronologi Penganiayaan Petani Desa Pakel 

Ketua Ketua Rukun Tani Sumberejo Pakel, Harun mengungkap kronologis kejadian itu dalam sejumlah rentetan kejadian. Melalui keterangan tertulis yang diterima TEMPO pada 15 Maret 2024, kejadian berawal pada Selasa, 5 Maret 2024 sekir pukul 06.18 WIB, ketika petani yang tergabung dalam RTSP di Desa Pakel menemukan sebuah pondok di lahan garapan petani telah roboh dan rusak. 

“Kami menemukan sebuah botol bekas yang berisikan bensin dalam keadaan tumpah di dekat pondok, diduga akan dijadikan bahan untuk membakar pondok yang telah dirobohkan,”ujar Harun dalam keterangan tertulis dikutip TEMPO, Jumat, 15 Maret 2024.

Kemudian pada Sabtu, 9 Maret 2024 sekira pukul 09.51 WIB, sejumlah sekuriti PT Bumisari Maju Sukses bersama sekelompok orang yang diduga preman bayaran memasuki objek lahan reclaiming di wilayah Pongkor (lokasi lahan garapan). “Mereka melakukan perobohan dan pembakaran terhadap pondok yang kami bangun di lahan,” kata Harun.

Tak lama berselang kejadian itu, warga RTSP datang ke tempat lokasi. Sekuriti dan sekelompok orang yang diduga preman bayaran tersebut memilih mundur.

Pada pukul 11.00 WIB, warga berniat pulang. “Namun dalam perjalanan, kami dikagetkan dengan adanya pondok yang berdiri di tengah jalan pertigaan arah menuju Pongkor sehingga menghambat kami untuk lewat,” ujar Harun. Diduga pondok itu didirikan oleh pihak PT Bumisari.   

Pada saat yang sama, petani melihat pihak PT Bumisari sedang melakukan penebangan tanaman dan merobohkan pondok di wilayah Panasean, tidak jauh dari Pongkor. Spontan, para petani berusaha mengejar untuk mengusir pihak PT Bumisari.

“Karena kejadian itu, kami memutuskan untuk berjaga-jaga supaya tanaman kami tidak ditebang kembali oleh pihak PT Bumisari,” katanya.

Pada hari yang sama, akses jalan di jembatan sungai Taman Glugo, yang menjadi jalan warga bertani,  diblokade menggunakan truk yang diduga kuat milik PT Bumisari.

Pada Minggu, 10 Maret 2024, pukul 10.30 WIB, beberapa petani Pakel yang sedang berjaga di lahan melihat sekuriti PT Bumisari bersama sekelompok orang diduga preman dan para pekerja PT Bumisari yang diperkirakan berjumlah sekitar 150 orang, kembali menebangi tanaman dan merusak pondok petani Pakel di utara Kali Gondang.

Pukul 11.00 WIB, para petani mulai berdatangan, namun jumlahnya hanya sedikit. “Pihak PT Bumisari sempat mengintimidasi kami dengan mendorong dan menodongkan senjata. Beberapa orang yang diduga preman bayaran, juga menantang duel.” ujarnya. 

Selang beberapa waktu, petani Pakel yang datang semakin banyak. Pihak PT Bumisari kembali mundur. Pada pukul 11.43 WIB, setelah pihak PT Bumisari mundur, petani kembali berjaga sampai malam untuk menghindari serangan susulan.

Sekitar pukul 19.30 WIB, seorang petani Pakel dipukul di bagian tengkuk sehingga harus dibawa ke puskesmas. Menurut keterangan korban, dia sedang melakukan patroli malam bersama lima petani lain. Dia meninggalkan rombongan ketika melihat ada bayangan orang. 

Ketika mendekati bayangan itu, ada satu orang bertopeng yang mengeluarkan senjata tajam, dan satu orang lagi di atas motor. Tiba-tiba ada orang yang memukulnya dari arah belakang sampai korban pingsan.

Sebelum pingsan, petani Pakel korban pemukulan sempat berteriak, sehingga lima petani lainnya datang menghampiri. Namun, ketiga pelaku pemukulan sudah menghilang.

Tanaman Milik Warga Desa Paket Dibabat dan Ditebang, Pondok Dibakar  

Pada Kamis,14 Maret 2024, pukul 08.37 WIB, petani melihat pihak PT Bumisari kembali berdatangan untuk melakukan penebangan dan perusakan pondok petani Pakel. Kali ini, mereka membawa massa yang cukup banyak, kurang lebih 300 orang. Mereka melakukan perusakan tanaman secara masif. 

Sebelum pingsan, petani Pakel korban pemukulan sempat berteriak, sehingga lima petani lainnya datang menghampiri. Namun, ketiga pelaku pemukulan sudah menghilang.

Tanaman Milik Warga Desa Paket Dibabat dan Ditebang, Pondok Dibakar  

Pada Kamis,14 Maret 2024, pukul 08.37 WIB, petani melihat pihak PT Bumisari kembali berdatangan untuk melakukan penebangan dan perusakan pondok petani Pakel. Kali ini, mereka membawa massa yang cukup banyak, kurang lebih 300 orang. Mereka melakukan perusakan tanaman secara masif. 

Diperkirakan kurang lebih 2 hektare tanaman di lahan petani Pakel habis dibabat. Lebih dari 3 pondok petani Pakel dirusak, serta dibakar.

Pada pukul 08.48 WIB, petani berupaya mempertahankan tanamannya.  Namun, lagi-lagi pihak PT Bumisari membawa senjata tajam. Bahkan, ada salah satu orang dari massa PT Bumisari yang membawa senjata api. “Sempat terdengar dua kali tembakan ke udara untuk menakut-nakuti kami agar mundur,” kata Harun.

Akibat dari serangan tersebut, terdapat salah satu petani perempuan Pakel yang menjadi korban tindakan kekerasan fisik. Korban mengalami luka memar bagian jari tangan, lengan, dan kaki.

Pada pukul 11.09 WIB, selain melakukan penyerangan di wilayah Kali Gondang, PT Bumisari ternyata juga melakukan penyerangan di wilayah Pongkor. 

“Serangan di Pongkor itu diduga untuk memecah konsentrasi kami, supaya mereka dapat lebih banyak membabat tanaman petani Pakel. Sekitar 20 pohon pisang habis dibabat oleh pihak PT Bumisari.” katanya. 

Sekira pukul 14.00 WIB, massa PT Bumisari mulai mundur. “Kami masih tetap bertahan di lahan untuk berjaga-jaga karena khawatir, massa PT Bumisari akan kembali menyerang tanaman kami,” katanya.

Pada penyerangan kali ini, kata Harun, pihaknya menjumpai beberapa pekerja PT Bumisari yang secara tiba-tiba pulang pada waktu kejadian. “Mereka meminta maaf kepada kami. Beberapa pekerja itu merasa dibodohi oleh pihak PT Bumisari yang membayar mereka untuk menyerang petani Pakel,” ujar Harun.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Wahyu Eka Setyawan mengatakan peristiwa kekerasan terhadap para petani Pakel tersebut bukan yang pertama kali. Walhi Jawa Timur mencatat sudah ada puluhan kasus intimidasi dan kriminalisasi oleh PT Bumi Sari terhadap warga buntut konflik agraria perusahaan dengan petani. “Kasus ini bagian utuh dari konflik agraria di Desa Pakel,” kata Wahyu saat dihubungi pada Senin, 11 Maret 2024. 

Sejak 2018, warga Desa Pakel bersengketa dengan PT Perkebunan dan Dagang Bumisari Maju Sukses. Warga desa merasa lahan mereka diambil secara sepihak oleh pihak perusahaan sehingga menimbulkan konflik lahan hingga sekarang.

DAVID PRIYASIDHARTA 

Senin, 18 Maret 2024 21:13 WIB
Reporter: David Priyasidarta (Kontributor)
Editor: Clara Maria Tjandra Dewi H.

sumber: https://metro.tempo.co/read/1846606/petani-desa-pakel-laporkan-dugaan-kasus-intimidasi-dan-penganiayaan-ke-polresta-banyuwangi

Papanjati: Hentikan Kekerasan dan Intimidasi Warga Desa Pakel

Celebesta.com – Banyuwangi, Pada tanggal 10-15 Maret 2024 di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur telah terjadi penyerangan oleh segenap elemen security dan buruh Perkebunan Bumisari yang mengarah pada intimidasi disertai kekerasan kepada Desa Pakel yang tergabung dalam wadah Rukun Tani Sumberejo Pakel.

Dalam video yang beredar di media sosial dan informasi dari Desa Pakel, sekelompok oknum perkebunan melalukan tindakan intimidasi dan kekerasan pada petani, yang mayoritas perempuan.

Sebelumnya sudah ada surat rekomendasi dari Komnas HAM RI pada tanggal 7 Agustus 2023, terkait sengketa lahan antara PT Bumisari Maju Sukses dengan Rukun Tani Sumberjo Pakel dengan Nomor: 926/PM.00/R/VIII/2023.

Surat tersebut berisikan bahwa PT. Perkebunan dan Dagang Bumisari Maju Sukses untuk tidak melakukan tindakan yang berpotensi melanggar hukum dan dapat memicu adanya konflik terbuka dengan masyarakat Desa Pakel dan mengutamakan pendekatan dialog melalui mekanisme yang disepakati.

“Tetapi pihak perkebunan melanggarnya, pemerintah Banyuwangi juga diam, termasuk BPN dan ATR/BPN tutup mata dengan konflik agraria ini. Apalagi model yang terjadi sekarang mengarah pada praktik adu domba antara masyarakat dengan masyarakat, khususnya anggota petani RTSP dengan buruh Bumisari,” ungkap Ketua Paguyuban Petani Jawa Timur (Papanjati), Yatno Subandio melalui pernyataan sikapnya, Sabtu (16/3/2024).

Menurutnya, peristiwa tersebut merupakan serangkaian dampak dari konflik agraria. Seperti diketahui bersama bahwa anggota kami Rukun Tani Sumberejo Pakel mayoritas merupakan petani yang tidak bertanah, mereka korban ketimpangan lahan. Rukun Tani Sumberejo Pakel hanya menginginkan keadilan dengan memperjuangkan hak atas tanah.

“Hak atas tanah yang tengah diperjuangkan oleh warga Desa Pakel ini sangat berdasar. Karena lahan yang dicaplok perkebunan berada di Desa Pakel, lalu sebagai penanda historis bahwa lahan tersebut telah dikelola turun-temurun oleh kakek-nenek warga Pakel,” jelasnya.

Sebelumnya bahwa BPN Banyuwangi melalui surat tertulis pada tahun 2018 pernah mengatakan bahwa Desa Pakel tidak termasuk dalam HGU. Tetapi di tahun 2019 dikatakan masuk dalam HGU, di mana tidak ada transparansi sedikit pun. Masyarakat Pakel menduga bahwa telah ada praktik pencaplokan wilayahnya melalui HGU tersebut.

Atas peristiwa tersebut, Paguyuban Petani Jawa Timur menyatakan sikap, Pertama, Kami menyesalkan tindakan kekerasan pada para petani, baik intimidasi sampai tindakan fisik. Kami mengingatkan jangan sampai ada adu domba antara masyarakat dengan masyarakat.

Kedua, kami mendorong pihak Kepolisian untuk mengusut tuntas kasus kekerasan ini, karena telah mengarah pada tindakan yang mengancam dan merugikan orang lain, terutama mereka yang diduga melakukan kekerasan fisik pada petani.

Ketiga, kami meminta Pemerintah RI khususnya Kementerian ATR/BPN untuk mengevaluasi HGU-HGU di wilayah konflik, khususnya di wilayah Pakel, Banyuwangi, karena salah satu akar muasal konflik adalah penerbitan HGU yang tidak berprinsip keadilan. Keempat, kami meminta KOMNAS HAM agar segera mengambil tindakan dan membantu fasilitasi penyelesaian konflik agraria segera. (**)

16 Maret 2024

sumber: Celebesta.com –
https://www.celebesta.com/2024/03/16/papanjati-hentikan-kekerasan-dan-intimidasi-warga-desa-pakel/